Monday, May 25, 2015

Mr. Safrudin Prawiranegara


Mr. Syafruddin Prawiranegara, lahir di SerangBanten28 Februari 1911 – meninggal di Jakarta15 Februari 1989 pada umur 77 tahun). Mr. Safrudin Prawiranegara memiliki peranan besar dalam sejarah Indonesia, khususnya ketika ia mengambil inisiatif membentuk PDRI setelah anggresi militer Belanda yang menangkap presiden dan wakil presiden serta para mentri pemerintahan Republkik Indonesia. Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948.<a href=http://www.sejarahcikampek2.blogspot.com>pindah</a>.
Sebelum kemerdekaan, Syafruddin pernah bekerja sebagai pegawai siaran radio swasta (1939-1940), petugas pada Departemen Keuangan Belanda (1940-1942), serta pegawai Departemen Keuangan Jepang.
Setelah kemerdekaan Indonesia, ia menjadi anggota Badan Pekerja KNIP (1945), sebuah badan yang ditugasi sebagai badan legislatif, membantu Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta,  di Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan DPR pilihan rakyat. KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
 Ia memiliki darah keturunan Sunda dari pihak ibu dan Sunda Minangkabau dari pihak ayah. Buyutnya dari pihak ayah, Sutan Alam Intan, masih keturunan raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Ia menikah dengan putri bangsawan Banten, melahirkan kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja.
 Ayah Syafruddin bekerja sebagai jaksa, namun cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang oleh Belanda ke Jawa Timur.<a href=http://www.sejarahcikampek2.blogspot.com>pindah</a>.
Sebagai keturunan bangsawan, Syafruddin bisa menempuh pendidikan ELS pada tahun 1925, dilanjutkan ke MULO di Madiun pada tahun 1928, dan AMS di Bandungpada tahun 1931. Pendidikan tingginya diambilnya di Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) pada tahun 1939, dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Magister Hukum).
Soekarno dan Hatta  mengirim kawat kepada  Mr. Safrudin Prawiranegara dan Mr. Muh Hassan Gubernur Sumatera untuk  membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI),  namun, karena jaringan kawat sudah dikuasai Belanda, maka , perintah tersebut tidak sampai.  Namun, Safrudin Prawiranegara yang mendengar penangkapan Presiden Soekarno dan para pejabat RI yang kemudian diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka, 1948 dari Radio Belanda , maka, ia mengambil inisiatif membentuk PDRI.
Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta. Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.

Didalam pemerintahan , Syafrudin Prawiranegara pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada tahun 1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada tahun 1946 dan Menteri Kemakmuran pada tahun 1947. Pada saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer II dan menyebabkan terbentuknya PDRI.
Seusai menyerahkan kembali kekuasaan Pemerintah Darurat RI, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri RI pada tahun 1949, kemudian sebagai Menteri Keuangan antara tahun 1949-1950. Sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, pada bulan Maret 1950  ia dihadapkan pada inflasi yang tinggi, serta peredaran mata uang yang belum terkendali, karena itu ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin.
Mr. Syafruddin kemudian menjabat sebagai Gubernur Bank Sentral Indonesia yang pertama, pada tahun 1951. Sebelumnya ia adalah Presiden Direktur Javasche Bank yang terakhir, yang kemudian diubah menjadi Bank Sentral Indonesia.
Dalam konflik politik, usai pemilu 1955,  ambisi Presiden Soekarno dan gagasan cabinet kaki empat dari Soekarno yang ditolak partai Masyumi, menciptakan krisis politik yang makin parah, sehingga  mucul ketidakpuasan diberbagai daerah dan melahirkan PRRI  di tahun 1958.
Ketidakpuasan pemerintah daerah  terhadap pemerintah pusat  terjadi karena ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi dan pengaruh komunis (terutama PKI) yang semakin menguat. Sehingga, kelompok anti PKI, membentuk PRRI sebagai bentuk pemerintahan tandingan terhadap pemerintah pusat yang dipimpin Soekarno dan dipengaruhi PKI.
 Mr. Syafruddin diangkat sebagai Perdana Menteri PRRI dan kemudian membentuk Kabinet tandingan sebagai Jawaban atas dibentuknya kabinet Ir Juanda, di Jawa. Kabinet PRRI berbasis di Sumatera Tengah. PRRI masih tetap mengakui Soekarno sebagai Presiden PRRI, karena ia diangkat secara konstitusional.
Pada bulan Agustus 1958, perlawanan PRRI dinyatakan berakhir dan pemerintah pusat di Jakarta berhasil menguasai kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya bergabung dengan PRRI. Keputusan Presiden RI No.449/1961 kemudian menetapkan pemberian amnesti dan abolisi bagi orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan, termasuk PRRI.
Syafrudin Prawiranegara memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Namun berkali-kali bekas tokoh Partai Masyumi ini dilarang naik mimbar. Pada bulan Juni 1985, ia diperiksa sehubungan dengan isi khotbahnya pada hari raya Idul Fitri 1404 H di masjid Al-A'raf, Tanjung Priok, Jakarta. Dalam aktivitas keagamaannya, ia pernah menjabat sebagai Ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI). Kegiatan-kegiatannya yang berkaitan dengan pendidikan,

No comments:

Post a Comment