Setelah
kemerdekaan Indonesia, ia menjadi anggota Badan Pekerja KNIP (1945), sebuah badan yang ditugasi sebagai badan
legislatif, membantu Presiden Soekarno
dan Wakil Presiden Muhammad Hatta, di Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan DPR pilihan rakyat. KNIP diserahi
kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
Ia
memiliki darah keturunan Sunda dari pihak ibu
dan Sunda Minangkabau dari
pihak ayah. Buyutnya dari pihak ayah, Sutan Alam Intan, masih keturunan
raja Pagaruyung di Sumatera
Barat, yang dibuang ke Banten karena
terlibat Perang Padri.
Ia menikah dengan putri bangsawan Banten, melahirkan kakeknya yang kemudian
memiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja.
Ayah Syafruddin bekerja sebagai jaksa,
namun cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang oleh Belanda ke Jawa Timur. <a href=http://www.sejarahcikampek2.blogspot.com>pindah</a>.
Sebagai keturunan bangsawan, Syafruddin
bisa menempuh
pendidikan ELS pada
tahun 1925,
dilanjutkan ke MULO di Madiun pada
tahun 1928,
dan AMS di Bandungpada
tahun 1931.
Pendidikan tingginya diambilnya di Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi
Hukum) di Jakarta (sekarang
Fakultas Hukum Universitas
Indonesia) pada tahun 1939,
dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (saat
ini setara dengan Magister Hukum).
Soekarno
dan Hatta mengirim kawat kepada Mr. Safrudin Prawiranegara dan Mr. Muh Hassan
Gubernur Sumatera untuk membentuk
Pemerintahan Darurat RI (PDRI), namun, karena jaringan kawat sudah
dikuasai Belanda, maka , perintah tersebut tidak sampai. Namun, Safrudin Prawiranegara yang mendengar
penangkapan Presiden Soekarno dan para pejabat RI yang kemudian
diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka,
1948 dari Radio Belanda , maka, ia mengambil inisiatif
membentuk PDRI.
Atas
usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia.
Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan
kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta. Pada 13 Juli 1949, diadakan
sidang antara PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah
menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi
terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.
Didalam pemerintahan , Syafrudin
Prawiranegara pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan,
dan Menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada
tahun 1946,
Menteri Keuangan yang pertama kali pada tahun 1946 dan Menteri
Kemakmuran pada tahun 1947. Pada saat menjabat
sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer II dan menyebabkan
terbentuknya PDRI.
Seusai
menyerahkan kembali kekuasaan Pemerintah Darurat RI, ia menjabat sebagai Wakil
Perdana Menteri RI pada tahun 1949, kemudian sebagai
Menteri Keuangan antara tahun 1949-1950. Sebagai Menteri Keuangan
dalam Kabinet Hatta, pada bulan Maret
1950 ia dihadapkan pada inflasi yang tinggi, serta
peredaran mata uang yang belum terkendali, karena itu ia
melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya
tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan
julukan Gunting
Syafruddin.
Mr. Syafruddin kemudian menjabat
sebagai Gubernur Bank Sentral Indonesia yang pertama, pada tahun 1951.
Sebelumnya ia adalah Presiden Direktur Javasche Bank yang terakhir, yang
kemudian diubah menjadi Bank Sentral Indonesia.
Dalam konflik politik, usai pemilu 1955, ambisi Presiden Soekarno dan gagasan cabinet kaki
empat dari Soekarno yang ditolak partai Masyumi, menciptakan krisis politik
yang makin parah, sehingga mucul
ketidakpuasan diberbagai daerah dan melahirkan PRRI di tahun 1958.
Ketidakpuasan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat terjadi karena
ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi dan pengaruh komunis (terutama PKI)
yang semakin menguat. Sehingga, kelompok anti PKI,
membentuk PRRI sebagai bentuk pemerintahan tandingan terhadap pemerintah pusat
yang dipimpin Soekarno dan dipengaruhi PKI.
Mr. Syafruddin
diangkat sebagai Perdana Menteri PRRI dan kemudian membentuk Kabinet tandingan
sebagai Jawaban atas dibentuknya kabinet Ir Juanda, di Jawa. Kabinet PRRI
berbasis di Sumatera Tengah. PRRI masih tetap mengakui Soekarno sebagai
Presiden PRRI, karena ia diangkat secara konstitusional.
Pada
bulan Agustus 1958, perlawanan PRRI dinyatakan berakhir dan pemerintah pusat di
Jakarta berhasil menguasai kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya bergabung
dengan PRRI. Keputusan Presiden RI No.449/1961 kemudian menetapkan pemberian
amnesti dan abolisi bagi orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan,
termasuk PRRI.
Syafrudin
Prawiranegara memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Namun
berkali-kali bekas tokoh Partai
Masyumi ini dilarang naik mimbar. Pada bulan Juni
1985, ia diperiksa sehubungan dengan isi khotbahnya pada hari raya Idul Fitri 1404 H di masjid Al-A'raf, Tanjung Priok, Jakarta. Dalam aktivitas
keagamaannya, ia pernah menjabat sebagai Ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI).
Kegiatan-kegiatannya yang berkaitan dengan pendidikan,
No comments:
Post a Comment