Sunday, July 21, 2019

Monday, June 10, 2019

Pattimura penentang Kolonialisme Belanda


Sejak VOC hingga pemerintahan colonial Belanda menguasai  berbagai pulau di Nusantara selalu timbul perlawanan rakyat dari wilayah – wilayah yang dikuasainya
Dari kepulauan Maluku lahir  tokoh Pattimura dalam menentang kekuasaan Belanda di Sapura, Maluku. Ia lahir tanggal 8 Juni 1783. Nama aslinya adalah Thomas Matulessy. Ia anak dari Antoni Matulessy Fransina Silahoi. Ia keturunan bangsawan dari Raja Sahulau dari Nusa Ina (seram), tepatnya di Teluk Seram Selatan dan ia mantan sersan di militer Inggris
Pola pengeloaan tanah jajahan yang dilakukan Belanda, secara ekonomi selalu berusaha mencari keuntungan sebesar – besarnya dan tak memperhatikan ekonomi masyarakat jajahan , sehingga penduduk tanah jajahan menjadi miskin, tidak terdidik, hidup dengan banyak kekurangan serta sangat tergantung kepada ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah colonial Belanda , dengan menerapkan system perdagangan monopoli dan memaksa rakyat untuk kerja rodi ( kerja tanpa digaji ).
Sementara pola pemerintahannya menggunakan jasapara penguasa pribumi dilevel pemerintahan menengah bawah dan menentukan kadar kekuasaan para penguasa pribumi selalu setia kepada pemerintahan Belanda.
Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan di Nusantara dari tangan kekuasaan Perancis, maka Inggris menerapkan pola pemerintahan yang lebih liberal disbanding Belanda.  Sistem monopoli dan Rodi  dihapuskan. Rakyat lebih bebas menanam apapun dan berdagang dengan siapapun, sehingga ekonomi rakyat tumbuh kembali.  Apalagi Inggris merekrut tenaga kerja local untuk menjadi tentara Inggris.
Perlawanan rakyat Maluku terjadi karena ada perbedaan system penjajahan antara Inggris dengan Belanda.  Dimana pola pemerintahan Inggris lebih terbuka, bebas, dan tidak memonopoli harga dan barang dagangan, sementara Belanda yang hancur dan kas keuangannya kosong berusaha mencari biaya yang sebesar-besarnya untuk memulihkan ekonomi negeri Belanda maupun ekonomi pemerintahan colonial Belanda dengan cara  memaksakan system monopoli baik dari segi harga maupun jumlah barang dan jenis barangnya, rakyat mengalami tekanan monopoli, kerja rodi, pemindahan penduduk dan pelayaran Hongi (Hongi Tochten).  Sehingga para pedagang pribumi selalu mengalami kerugian sementara para pedagang Belanda selalu untung besar.
Ketika  Inggris harus meninggalkan Indonesia, dan wilayah Seram dikembalikan ke pemerintah Belanda .  Pemerintahan Belanda menghapus peraturan-peraturan yang di tetapkan oleh Inggris ditiadakan. Artinya, mereka harus menaggung lagi tekanan pemerintah kompeni Belanda.
Di samping itu, Belanda dalam praktek di lapangan tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan dengan Inggris yang termuat dalam Traktat London I. Misalnya, dalam artikel 11 Traktat itu yang menegaskan agar Residen Inggris di Ambon merundingkan pemindahan korps Ambon dengan Gubernur.
Dalam surat perjanjian, serdadu Inggris yang orang Ambon ,  dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku, serdadu-serdadu harus dibebaskan. Artinya, mereka bebas memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau tidak. Tetapi, dalam praktek pemindahan itu dipaksakan. Thomas Matulessy dan kawan-kawannya tidak mau dipindahkan begitu saja seperti memindahkan barang.
Pulau Saparua di kepulauan Maluku  adalah pulau terpadat penduduknya, kira-kira 12.000 orang pada dasawarsa awal abad ke-19 dengan tanah paling subur bagi tanaman cengkih. Kebencian rakyat Saparua dan Nusa laut semakin meningkat karena Residen Belanda di Ambon  dan pengawal-pengawalnya hanya menghisap kekayaan alam di kawasan itu.
Disisi lain pemaksaan pemuda-pemuda Ambon  untuk menjadi tentara dan di kirim ke Batavia. Para pekerja berat untuk Gubermen yang menyita banyak waktu tidak mendapatkan imbalan untuk hidup. Pembuatan garam oleh rakyat untuk pemerintah tidak di bayar. Rakyat Seram Ambon harus menyerahkan ikan, daging ayam, rusa, babi hutan, dan minyak goreng denga harga rendah, bahkan sering tidak dibayar tetapi harus masih kerja rodi.  Kebencian rakyat itu memuncak menjadi perlawanan rakyat dengan merebut Benteng Duurstede pada tanggal 15 Mei 1817
Penyerangan ke Benteng Duursted itu merupakan perang rakyat menentang kesewenang-wenangan dan keahlian Belanda. Proklamsi juga memberi pengakuan secara hukum atas kepemimpinan Thomas Matulessy sebagai pemimpin dan panglima perang.
Setelah berhasil menguasai benteng, Thomas Matulessy atau Kapitan Pattimura mulai mengkoordinasikan kekuatan rakyat. Tujuan awal adalah mempertahankan Benteng Duurstede dari serangan pasukan Mayor Beetjes yang berusaha merebut benteng itu kembali .  Pasukan Pattimura berhasil membinasakan pasukan Belanda, termasuk di dalamnya Residen Van den Berg. dan  Letnan II E.S. de Haas.
Barisan rakyat pimpinan Pattimura Pattimura berhasil merebut kembali Benteng Hoorn. Seluruh pasukan Belanda di dalamnya dapat dibinasakan.
Sebagai panglima perang, Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Pattimura berhasil mengoordinir raja-raja dan patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan ,memimpin rakyat,mengatur pendidikan,menyediakan pangan dan mebangun benteng-benteng pertahanan. Dalam perjuangan menentang Belanda, ia juga menggalang persatuan dan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi Jawa
Untuk menghadapi  perlawan rakyat Seram Ambon, Belanda menggunakan strategi pecah belah yaitu memecah belah para pemimpinnya. Tipu muslihat Belanda berhasil, membujuk Patih Akoon, salah satu kepala Negeri di Nusalaut, Akoon dan Tuwanakotta membocorkan keadaan para pejuang di Nusalaut dan dalam Benteng Duurstede.  Belanda juga membumi hangus pemukiman penduduk Pembocoran rahasia pertahanan itu sangat fatal bagi perjuangan Kapitan Pattimura.
Di samping itu , Belanda melakukan operasi besar-besaran dengan mengerahkan pasukan yang lebih banyak , dilengkapi dengan persenjataan yang lebih modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan terpukul mundur. Sehingga Benteng berhasil direbut dan Pattimura diadili dipengadilan Belanda dan diputus  dihukum gantung. Pattimura tewas dengan cara digantung di Benteng Victoria, Ambon. Pattimura wafat dalam usia 35 tahun.
Keberanian dan keteguhan pendirian Pattimura menjadi teladan bagi kita, anak-anak Indonesia. Dia rela mengorbankan jiwa dan raganya hanya untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan. Untuk mengenang jasa-jasa Kapitan Pattimura, pemerintah menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada beliau. Pada tanggal 6 November 1973, berdasarkan SK Presiden No. 087/TK/1973 Kapitan Pattimura resmi dinobatkan sebagai Pahlawan Indonesia





Daftar pustaka
1.     Minawarti . KUMPULAN PAHLAWAN INDONESIA. Jakarta :  CIF (penebar swadaya grup)

Sunday, May 26, 2019

Perjuangan Tan Malaka


Perjuangan TanMalaka
Tan Malaka atau Sutan Ibrahim Malaka lahir  tanggal 2 Juni 1897, di Pandam Gadam  .  Ia anak yang besar diarea perkebunan Belanda dan mendapatkan pendidikan sekolah Belanda didaerah perkebunan.  Otaknya yang cerdas membuat ia mendapatkan kesempatan sekolah di Belanda dan ia berangkat pada usia  16 tahun, 1912, Tan Malaka dikirim untuk sekolah ke Belanda.
TanMalaka 6 tahun belajar di negri Belanda dan 20 tahun mengembara dalam pelarian politik mengelilingi hampir separuh dunia . Pelarian politiknya dimulai di Amsterdam dan Rotterdam pada tahun 1922 , diteruskan ke Berlin berlanjut ke Moscow , Kanton , Hongkomg , Manila , Shanghai , Amoy , dan beberapa desa di pedalaman Tiongkok , sebelum dia menyeludup ke Rangoon , Singapura , Penang , dan kembali ke Indonesia . Seluruhnya berlangsung antara 1922 dan 1942 dengan masa pelarian yang paling lama di tiongkok.

Tahun 1919 ia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai guru disebuah perkebunan di Deli.  Kemampuan berfikir kritisnya cepat menangkap fenomena social lingkungan masyarakat perkebunan, yaitu ketimpangan sosial di lingkungan perkebunan, antara kaum buruh pribumi dan tuan tanah Belanda menimbulkan semangat radikal pada diri Tan Malaka muda. Kondisi ini membuatnya meninggalkan tugas sebagai guru dan merantau ke tanah Jawa.

Wednesday, April 10, 2019

Sukarjo Wirjopranoto


       Sukarjo Wiryopranoto dilahirkan pada tanggal 5 juni 1903 di kesugihan,cilacap. Ia bersaudara berjumlah tujuh orang dan ia adalah anak keenam.
      Ketika Sukardjo berumur tiga tahun, ayahnya meninggal dunia. Oleh karena itu seluruh tanggungjawab untuk membesarkan putra-putrinya terletak pada Ibu Wiryodiharjo. Ia adalah seorang ibu yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. cermat, teguh dan bercita-cita tinggi, terutama dalam memajukan dan mencerdaskan putra-putrinya. Dengan tekun beliau mengatur rumah tangga, memanfaatkan harta peninggalan suaminya berupa ladang dan sawah yang tidak pula besar jumlahnya. Kakak-kakak Sukardjo mengecap pendidikan HIS, sedangkan Sukardjo yang paling dekat dengan ibunya, sebab adiknya meninggal setelah dilahirkan. Berbeda dengan kakak-kakaknya, Sukardjo belajar pada ELS (Europesche Lagere School) sama dengan SD berbahasa Belanda. Mereka berangkat pada waktu subuh ke sekolah dengan naik kereta api setiap hari, dan pulang sudah agak sore.
       Semasa kecilnya Sukardjo suka bercerita dan bermain. Ia gemar berkumpul-kumpul dengan teman-temannya. Ia termasuk anak yang cerdik, pandai bergaul, karena itu banyak kawan. Di sekolah ia tidak canggung bergaul dengan kawan-kawannya yang berkulit putih. Sedangkan di kampung ia pun mudah bermain bersama anak-anak tetangganya.

         Di sekolah ia tidak menonjol kepandaiannya, tetapi tiap tahun naik kelas. Pada tahun 1917 Sukardjo lulus ELS. Sesudah itu ia melanjutkan pendidikan di sekolah Hukum (Rechts School) di Jakarta. Ia menjadi sarjana hokum setelah tamat Sekolah Hukum pada tahun 1923, ia berpindah-pindah bekerja dari beberapa pengadilan negeri di berbagai kota. 6 tahun kemudian, ia mendirikan kantor pengacara “Wisnu” di Malang, Jawa Timur. Disamping itu, ia pernah memegang beberapa jabatan lain, seperti pengacara pada Pengadilan Tinggi di Surabaya, anggota Dewan Provinsi, serta Wakil Walikota Malang.
      Persahabatannya dengan Dr. Sutomo (salah seorang pendiri Budi Utama) membuatnya terlibat dalam Partai Indonesia Raya (Parinda) sebagai anggota. Disamping itu,bersama dengan tokoh Budi Utomo itu mendirikan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Ia mendukung  para pemuda di bangunkan suatu perkampungan sebagai tempat untuk melatih berbagai keterampilan, seperti tukang kayu,tukang besi, dan petani terampil.
       Di era pergerakan , sebagai sarjana hokum ia mendapat kepercayaan untuk duduk di Dewan Rakyat (Volksraad) pada tahun 1931. Hal ini didasarkann keadaan politik pada waktu itu dimana pemerintah Belanda sangat keras terhadap semua aktivitas pergerakan politik kaum pribumi akibat adanya pemberontakan Partai Komunis Indonesia, sehingga , untuk menyelamatkan diiri sebagian orang pergerakan memilih kooperatif terhadap pemerintah kolonial.
       Mereka berharap dengan strategi kooperasi, terjadi perubahan sedikit demi sedikit tercapai di dalam sikap politik HindiaBelanda terhadap bangsa Indonesia. Optimisme itu muncul sejak pembentukan Dewan Rakyat pada tahun 1916 dan janji November (November Beloften) Gubernur Jendral Limburg Stirum pada tanggal 18 November 1918. Namun, janji-janji itu tidak ditepati hanya tekanan dari Gubernur Jendral semakin kuat. Walau disisi bangsa Indonesia muncul juga sikap anti-Belanda makin kuat.
     Sebagai anggota Volksraad, Sukardjo pernah mengajukan mosi kepada pemerintah agar orang-orang Indonesia di beri kesempatan untuk menjadi walikota Mosi yang di ajukan pada tahun 1937 itu di tolak oleh pemerintah Belanda. 4 tahun kemudian, dalam kedudukannya sebagai anggota GAPI (Gabungan Politik Indonesia) ia ikut menyampaikan tuntutan agar di Indonesia di bentuk parlemen dan pemerintah harus bertanggung jawab kepada perlemen. Tetapi tuntutan ini juga di tolak oleh pemerintah colonial Belanda.
     Sukardjo wirjopranoto aktif di dunia kewartawanan. Pada masa pendudukan jepang ia memimpin surat kabar Asia Raya. Sesudah Indonesia merdeka, ia ikut membina majalah Mimbar Indonesia. Jabatan diplomatic yang pernah disandangnya adalah Duta Besar Luar Biasa untuk Italia, Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh untuk Republik Rakyat Cina.
     Kemudian dalam tahun 1962, dia diangkat sebagai Wakil tetap RI di Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB). Selama masa jabatannya sebagai diplomat RI di PBB itu, ia berusaha keras untuk mempengaruhi Negara-negara lain dalam membantu perjuangan rakyat Indonesia mengembalikan Irian Barat dari tangan Belanda.
SukarjoWiryopranoto meninggal dunia di New York pada tanggal 23 Oktober 1962. Jenazahnya dibawa ke tanah air dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Dan kemudian dinobatkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional/Tokoh Nasional berdasar Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 342 Tahun 1962 tanggal 29 Oktober 1962.