Perjuangan TanMalaka
Tan Malaka atau Sutan Ibrahim Malaka lahir tanggal 2 Juni 1897, di Pandam Gadam . Ia anak yang besar diarea perkebunan Belanda dan mendapatkan pendidikan sekolah Belanda didaerah perkebunan. Otaknya yang cerdas membuat ia mendapatkan kesempatan sekolah di Belanda dan ia berangkat pada usia 16 tahun, 1912, Tan Malaka dikirim untuk sekolah ke Belanda.
Tan Malaka atau Sutan Ibrahim Malaka lahir tanggal 2 Juni 1897, di Pandam Gadam . Ia anak yang besar diarea perkebunan Belanda dan mendapatkan pendidikan sekolah Belanda didaerah perkebunan. Otaknya yang cerdas membuat ia mendapatkan kesempatan sekolah di Belanda dan ia berangkat pada usia 16 tahun, 1912, Tan Malaka dikirim untuk sekolah ke Belanda.
TanMalaka 6 tahun belajar di negri Belanda dan 20 tahun mengembara dalam pelarian
politik mengelilingi hampir separuh dunia . Pelarian politiknya dimulai di
Amsterdam dan Rotterdam pada tahun 1922 , diteruskan ke Berlin berlanjut ke
Moscow , Kanton , Hongkomg , Manila , Shanghai , Amoy , dan beberapa desa di
pedalaman Tiongkok , sebelum dia menyeludup ke Rangoon , Singapura , Penang ,
dan kembali ke Indonesia . Seluruhnya berlangsung antara 1922 dan 1942 dengan
masa pelarian yang paling lama di tiongkok.
Tahun 1919 ia kembali ke
Indonesia dan bekerja sebagai guru disebuah perkebunan di Deli. Kemampuan berfikir kritisnya cepat menangkap
fenomena social lingkungan masyarakat perkebunan, yaitu ketimpangan sosial di
lingkungan perkebunan, antara kaum buruh pribumi dan tuan tanah Belanda menimbulkan
semangat radikal pada diri Tan Malaka muda. Kondisi ini membuatnya meninggalkan
tugas sebagai guru dan merantau ke tanah Jawa.
Di Jawa organisasi yang sedang
pesat dikalangan masyarakat pribumi adalah organisasi Syarekat Islam, yang
awalnya symbol perlawanan ekonomi kaum pribumi menentang Kapitalisme China dan
Kapitalisme Belanda.
Pesatnya perkembangan
Syarekat Islam yang dipimpin para tokoh Islam pribumi, membuat Belanda khawatir
dan berusaha untuk menghancurkan dari dalam.
Maka, Belandapun mengirim racun komunis, Sneevliet ke HIndia Belanda
untuk meracuni para pemuda Islam yang sedang semangat berpolitik menentang
kapitalisme Barat.
Sneevliet menemukan tokoh
pemuda Syarekat Islam yang cerdas pada diri Semaun, Darsono dan Alimin, tetapi
masih lemah pemahaman ideology Islamnya maka cara berfikir kritis ala Marxisme
ditanamkan kedalam para pemuda Syarekat Islam tersebut yang akhirnya meluas dan
membentuk sel komunis didalam tubuh Syarekat Islam.
Tahun 1921, ia pergi ke
Semarang dan bertemu dengan Semaun , diskusi panjang dengan Semaun mendorong
Tan Malaka muda mulai terjun ke kancah politik dan memperjuangkan gagasan –
gagasan komunisme.
Para pemimpin Syarekat
Islam menyadari bahaya komunisme didalam tubuh Syarekat Islam yang telah
terpecah menjadi SI Putoih dengan SI merah melakukan disiplin organisasi, semua
anggota Syarekat Islam Merah atau terpengaruh faham komunis dikeluarkan dari
keanggotaan Syarekat islam.
Hal ini mendorong
eks Syarekat Islam merah mendirikan
Syarekat Rakyat.
Pendidikan Belanda,
wawasan yang luas dan kemampuan berbicara membuat Tan Malaka pada saat kongres
PKI 24-25 Desember 1921, diangkat
sebagai pimpinan partai Komunis.
Sebagai ketua PKI Tan Malaka mengumpulkan pemuda-pemuda Semarang
Surakarta untuk dididik faham komunis dan menjadi kader komunis. Untuk
membangun gerakan komunis ia berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai
pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda.
Tan Malaka menginginkan kaum komunis berjuang bersama dengan
Syarekat Islam dalam menentang Belanda. Ia merubah ruang rapat SI Semarang menjadi ruang
sekolah , juga merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi
anggota-anggota PKI dan untuk menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader
serta ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan aksi komunis, keahlian berbicara,
jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat.
Tan Malaka tidak hanya sebatas usaha mencerdaskan rakyat Indonesia, tapi juga
pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan , seperti para gerakan kaum buruh
terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dengan melakukan aksi-aksi
pemogokan, penyebaran selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang
ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang
diterima oleh kaum buruh.
Pemerintahan Belanda melihat ancaman tidak saja dating dari
Syarekat Islam tetapi juga dari kaum sosialis komunis yang makin tumbuh
membesar. Karena itu pemerintah Belanda melarang pembentukan
kursus-kursus ajaran sosialisme komunisme dan mengambil tindakan tegas bagi
pesertanya. Tan
Malakapun ditangkap Belanda pada Januari 1922 dan
dibuang ke Kupang, kemudian pada bulan Maret 1922 Tan Malaka diusir dari
Indonesia dan ia mengembara ke Berlin, Moskwa dan Belanda.
Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah
jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak untuk memberi usul-usul dan dan mengadakan
kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan
partai komunis di daerah kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan
supaya anggaran dasar, program dan taktik dari Komintern (Komunis
Internasional) dan Profintern seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres
Moskwa diikuti oleh kaum komunis dunia. Dengan demikian tanggung-jawabnya
sebagai wakil Komintern lebih berat dari keanggotaannya di PKI.
Tan Malaka yang kritis tidak disukai oleh tokoh komunis
lain didalam PKI , sehingga ia akhirnya
disingkirkan dan memisahkan diri dan kemudian memutuskan hubungan dengan PKI,
Sardjono-Alimin-Musso. . Di ibu kota Thailand itu, bersama Soebakat dan
Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka memproklamasikan berdirinya Partai
Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah menulis
“Menuju Republik Indonesia”. Itu ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di
Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon,
Hong Kong, April 1925.
Tan Malaka tidak setuju pemberontakan PKI yang terjadi di tahun 1926
yang direkayasa dari Keputusan Prambanan yang dianggapnya sebagai bunuh diri bagi perjuangan nasional rakyat
Indonesia melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan 1926 hanya merupakan
gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah di Indonesia yang dengan
mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat mengakhirinya. Akibatnya
ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan.
Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke
Boven Digoel, Irian Jaya. Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk
menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang melawan mereka, sekalipun
bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat pukulan yang sangat berat dan
mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama bertahun-tahun.
Setelah merdeka ia menjadi oposisi pemerintahan Sutan Sjahrir
dan melalui Front Demokrasi Rakyat yang menentang perjanjian dengan Belanda ia
adalah orang di belakang peristiwa penculikan Sutan Sjahrir bulan Juni 1946 di
Surakarta . Ia ditahan bersama pimpinan
Persatuan Perjuangan, di dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah
tahun.
Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948
dengan pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja
dari penjara akibat peristiwa itu. Tan Malaka merintis pembentukan Partai
MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta.
Tan Malaka tewas ditembak
pasukan TNI di lereng Gunung Wilis, atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi
Brawijaya di daerah Desa Selopanggung,
Kecamatan Semen, sekarang Kabupaten
Kediri pada tanggal 21 Februari 1949 pada
usia 52 tahun.
No comments:
Post a Comment