Thursday, November 5, 2015

Haji Samanhudi: Pendiri Syarekat Islam

Haji Samanhudi lahir di Laweyan, Solo 1868, tidak lulus sekolah dasar tetapi memperdalam agama Islam di pesantren di Surabaya.  Sambil belajar agama ia berjualan batik solo.
Pengalaman berdagang batik membuatnya kritis terhadap nasib para pedagang batik pribumi, yang kemudian membuatnya mempelajari permasalahan produski batik dari penyediaan bahan baku, proses produksi hingga pemasarannya dan dari wawasannya berkomunikasi dengan pedagang dan produser batik solo ia melihat praktek bisnis yang tidak jujur dan sangat merugikan orang-orang  dan  pengusaha maupun pedagang batik pribumi Islam.(http://sejarahcikampek2.blogspot.co.id)
Politik ekonomi pemerintah colonial Belanda yang mengharuskan sector impor ekspor dikelola oleh orang Belanda, sementara distributor dan keagenan diberikan ke[pada orang – orang keturunan China, telah mempersempit peluang bisnis kaum pribumi, khususnya di Industri batik dan pemasarannya.
Ketidakadilan yang terbentuk karena system ekonomi colonial Belanda inilah yang dilawan oleh H. Samanhudi dengan cara mengorganisir semua capital, sumberdaya dan kekuatran politik ummat Islam untuk melawan ketidakadilan sistematis yang diterapkan pemerintah colonial Belanda dan para pendukungnya, melalui pendirian Syarekat Dagang Islam.

Ide pendirian Syarekat Dagang Islam (lihat di http://sejarahcikampek2.blogspot.co.id)
 mendapat sambutan positif dari banyak ummat Islam diberbagai kota sehingga bermunculan cabang-cabang Syarekat Dagang Islam.
Meluasnya cabang Syarekat Dagang Islam dan banyaknya ummat Islam yang tergabung kedalamnya, telah membuat pemerintah colonial Belanda ketakutan.  Jumlah orang Belanda di Indonesia disbanding dengan jumlah anggota Syarekat dagang Islam, hanya sepersekian dari jumlah anggota Syarekat Dagang Islam.  Karena itu, bila ummat Islam diorganisir oleh Syarekat Dagang Islam untuk memberontak, maka pemerintah Kolonial Belanda akan tumbang.  Inilah kekhawatiran pemerintah colonial Belanda dan membuat Belanda berfikir bagaimana mengurangi ancaman nyata Syarekat Dagang Islam.
Strategi politik pemerintah colonial Belanda dalam menghadapi Syarekat dagang Islam adalah dengan membuat undang-undang yang mengharuskan setiap cabang Syarekat Dagang Islam terdaftar dipengadilan setempat.  Strategi politik ini, berarti Belanda memotong persatuan semua cabang Syarekat Dagang Islam dan menjadikan Syarekat Dagang Islam sebagai organisasi daerah, bukan organisasi yang bersifat nasional, dan antar cabang tidak memiliki hubungan structural.  Sehingga, pemberontakan disuatu daerah cabang Syarekat Dagang Islam bisa diatasi secepatnya oleh Belanda.
Strategi politik kedua dari pemerintah colonial Belanda adalah membawa Sneevliet seorang komunis Belanda ke Indonesia dan mendorongnya menyebarkan virus komunisme ke anggota-anggota Syarekat Islam ( perubahan untuk menampung lebih banyak ummat Islam ).  Strategi ini cukup berhasil, karena, Sneevleit berhasil mempengaruhi tokoh pemuda Syarekat Islam seperti Alimin dan Darsono, sehingga terbentuklah Syarekat Islam merah.
Strategi politik Belanda yang membelah-belah Syarekat Islam jadi organisasi kecil dan saling terpisah serta memasukkan virus komunisme ke tubuh Syarekat Islam di caounter dengan strategi mengganti nama menjadi Syarekat Islam, sehingga menarik lebih banyak ummat Islam dan dari beragam profesi, kedua, melakukan disiplin partai, yang diarsiteki oleh H. Agus Salim dan Abdul Moeis.  Membuang anggota Syarekat Islam yang terkena virus komunisme.  Virus komunisme ini berbahaya bukan saja bagi Syarekat Islam tetapi juga bagi Islam.  Masuknya virus komunisme bukan saja karena tidak kritis tetapi juga mencerminkan pemahaman Islam dari anggota Syarekat Islam yang terkena virus komunisme, masih sangat dangkal  dan sangat membahayakan pemahaman ummat Islam dan bisa menimbulkan kesalahpahaman terhadap Syarekat Islam dari organisasi Islam lain.
Strategi ketiga yaitu menjadikan Syarekat Islam menjadi organisasi politik, masuknya Haji Umar Said Cokroaminoto membuat Syarekat Islam bertambah kuat dan makin menakutkan Belanda, namun pemberontakan PKI ditahun 1926 dan 1927 telah membuat  Belanda makin keras terhadap para tokoh pergerakan,baik dengan mengawasi aktivitas mereka maupun dengan tangkap, penjarakan atau buang kedaerah lain.  Sehingga, para tokoh Syarekat Islam menjadi lebih berhati-hati.

Kh. Samanhudi berperan kembali dalam kehidupan politik diera revolusi fisik dengan mendirikan Barisan Pemberontak Indonesia di Solo dan membentuk gerakan kesatuan alap-alap untuk mendukung perang gerilya melalui penyediaan makanan untuk petempur Republik Indonesia.

No comments:

Post a Comment